“Film dan Novel” Satu Judul Dua Cerita
(analisis perbandingan cerita dalam film dan novel Biola Tak Berdawai)
Pengadaptasian novel ke film atau sebaliknya selalu
menimbulkan perbedaan karena berbedanya kedua media yang digunakan. Terkadang
mengundang rasa kecewa pembaca dan penulis karena berbedanya daya imajinasi
yang ditangkap dari novel ketika novel itu dijadikan sebuah film. Jika
ekranisasi adalah film yang diadaptasi dari novel maka novel yang diadaptasi
dari film disebut novelisasi film.
Pengekranisasian biasanya dilakukan karena novel yang
sudah terkenal di kalangan masyarakat dan untuk membantu nilai komersial. Tidak
jauh berbeda menurut saya, novelisasi film juga dilakukan karena memboomingnya film itu di masyarakat dan
disukai penonton. Sebagai contoh, novel 30
Hari Mencari Cinta dinovelkan oleh Rianti Yusuf dan Biola Tak Berdawai dinovelkan oleh Seno Gumira Ajidarma.
Film Biola Tak Berdawai (2002) yang
disutradarai Sekar Ayu Asmara diproduksi oleh PT Kalyana Shira Film. Film ini
mulai dinovelkan oleh Seno Gumira Ajidarma pada tahun 2004 dan diterbitkan oleh
penerbit akur. Novel dengan banyak menggunakan simbol, seperti kupu-kupu,
lilin, kerang, membuat novel ini menarik. Bahasa yang digunakan juga indah
layaknya puisi yang berima sama pada akhir bunyinya. Dan cara penyampaian yang
unik membuat novel ini tidak membosankan.
Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang sebagai
Dewa, menurut saya merupakan hal yang menarik. Dewa yang seorang tunadaksa dan
yang tidak bisa melakukan apa-apa difilmnya dipilih sebagai tokoh utama yang
serba tahu dalam novelnya. Menempatkan diri sebagai Dewa, anak tunadaksa, yang seolah-olah
menyuarakan kata hatinya, bukan sebagai Renjani atau tokoh lainnya adalah
keunikan. Dengan piawai Seno memerankan perannya seolah-olah seorang tunadaksa
yang tahu segalanya, tunadaksa dengan segala dunianya.
Karena film dan novel adalah dua media yang berbeda maka
terdapat perbedaan pula dalam film dan novel Biola Tak Berdawai. Ada penambahan-penambahan yang terjadi pada
novel seperti terdapatnya kisah Mahabharata
dan cerita Lorojonggrang. Namun
selain adanya perbedaan dalam hal penambahan cerita dalam novel, terdapat pula
persamaan antara keduanya. Berikut persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam
film dan novel Biola Tak Berdawai.
Cerita pewayangan pada novel tidak divisualkan dalam
film. cerita mengenai Drupadi, Pandawa dan Kurawa, Bhisma, Sangkuni, Karna,
hingga kisah Lorojonggrang. Cerita pewayangan yang dihadirkan dalam novel
menjadi ilmu tambahan kemanusiaan dan sebagai pembanding tokoh yang ada dalam
film dan pewayangan.
Pada awal
film, diawali dengan seseorang yang bermain kartu tarot dan membuka kartu death pada durasi 00: 03: 46 sampai 00:
04: 16. Sementara pada novelnya dibuka dengan prolog sebagai berikut:
Tanpa dawai, bagaimanakah biola bersuara? Biola bagaikan
tubuh dan suara itulah jiwanya-tetapi di sebelah manakah dawai dalam tubuh
manusia yang membuatnya bicara?
(Ajidarma, 2004: 1)
Setelah itu pembaca terus diajak membaca dan mendengar
penuturan Dewa tentang perbandingan fisik anak tunadaksa.
Tapi tetap saja ada persamaan antara keduanya, yaitu
ketika Renjani dan Mba Wid merasa sedih dengan kematian yang setiap hari
walaupun kejadian seperti itu sudah sering mereka alami. Setelah persamaan itu
terjadi pula perbedaan selanjutnya. Dalam novel, ada seorang tokoh bernama Pak
Kliwon yang diceritakan menemukan seorang bayi. Pernyataan itu dapat dilihat
dari kutipan berikut:
Pak Kliwon, seorang tua yang biasa menjadi penjaga malam,
kadang-kadang memergoki mereka yang meletakkan bayi itu, tetapi ibuku sudah
berpesan agar mereka tidak diganggu. (Ajidarma, 2004: 25)
Namun dalam film keterangan seperti ini tidak
divisualkan.
Kemudian
ada pula persamaan dan perbedaan di antara keduanya yaitu ketika Renjani
mengajak Dewa berjalan di persawahan. Di situ Renjani menangkap kupu-kupu dan
bertutur tentang metamorfosis. Tetapi perbedaannya itu ketika diceritakan dalam
novel bahwa Renjani suka bernyanyi sendiri tentamg kupu-kupu sementara di film
bagian tuturan ini tidak ada.
Ada pula yang mengisahkan sebab keberadaan Mba Wid di
Rumah Asuh Ibu Sejati itu yakni karena keinginannya menebus dosa-dosa ibunya.
Dalam film dengan menggunakan alur mundur diceritakan bahwa ibu Mba Wid adalah
pelacur. Mba Wid memegang kisah Mahabharata ketika ibunya dan laki-laki itu di
kamar. Dalam film, hanya diceritakan melalui dialog saja dan tidak disebutkan
dari mana asal usul buku itu. Sedangkan pada novel sebab Mba Wid memiliki buku
itu diceritakan, seperti penggalan berikut ini:
“Tanpa
kusadari Mahabharata masuk ke dalam darahku dan meskipun banyak lagi
pengetahuan kudapatkan dalam hidupku, Mahabharata menjadi perbandingan di bawah
sadarku dalam menghadapi sesuatu......” (Ajidarma, 2004: 63)
Ada lagi
persamaan selanjutnya yaitu ketika Dewa menengadahkan kepalanya ketika ia
melihat Renjani menari ballet. Adegan ini menjadi sangat penting karena berawal
dari sinilah Renjani berniat melakukan terapi musik kepada Dewa yang membuatnya
bertemu Bhisma.
Selain itu dalam film divisualkan ketika Renjani dan Dewa
mendengar permainan biola Bhisma melalui telepon. Namun dalam novel kejadian
ini merupakan sebuah kilas balik ketika Renjani hendak menghanyutkan kotak masa
lalunya. Selanjutnya dalam film ditayangkan adegan Renjani membuang kotak masa
lalunya yang berisi sepatu ballet. Tetapi ketika dalam novel hal itu diberi
penambahan berupa dialog orang yang menemukan sepatu ballet.
“Lihat ada sepatu ballet.”
“Bagaimana sepatu ballet itu sampai di sini?”
“Jatuh dari kapal barangkali!”
.... (
Ajidarma, 2004: 145)
Setelah
itu tidak diceritakan kembali kelanjutannya hingga diketahui Renjani meninggal
melalui tuturan Mba Wid. Pada akhir cerita film, setelah Bhisma mengetahui
kematian Renjani, Bhisma mengajak Dewa ke mengunjungi kuburan Renjani. Tanpa
disangka ketika itu Dewa bisa bicara dan mengucapkan kalimat “Dewa sayang Ibu”.
Setelah adegan itu maka berakhirlah film Biola Tak Berdawai. Tetapi berbeda
pada novelnya. Dalam novel setelah kejadian itu diceritakan lagi bagaimana
keadaan Rumah Asuh Ibu Sejati tanpa Renjani dan kesendirian Dewa tanpa Renjani.
Dalam cerita novel maupun film terdapat beberapa
perbedaan. Perbedaan itu menyangkut penambahan ataupun penghilangan pada
beberapa bagian cerita. Tapi walau terdapat perbedaan tidak mengubah makna yang
ingin disampaiakan. Demikianlah analisis saya mengenai perbandingan cerita
dalam film dan novel Biola Tak Berdawai.




0 komentar:
Posting Komentar