coba klik deh :)

Bisnis pulsa murah nih

cari-cari bisnis pulsa murah, eh nemu ini, buka deh. pelajari n daftar segera :) Pulsa Murah

Jumat, 13 April 2012

Sastra Bandingan


Dua Penerjemah Dua Gaya Penceritaan
( analisis terhadap dua terjemahan novel terjemahan The Old Man and the Sea)

Karya sastra tidak hanya berasal dari dalam Indonesia saja tetapi juga dari luar Indonesia. Dan untuk karya sastra yang berasal dari luar Indonesia tentunya memerlukan terjemahan untuk memahaminya ketika dibaca. Pembaca sebagai penikmat karya sastra tentunya tidak bisa menguasai semua bahasa asing. Karena keterbatasan itulah diperlukannya terjemahan yaitu untuk membantu pembaca mengerti isi bacaan yang menggunakan bahasa asing tersebut. Biasanya karya sastra dengan terjemahan adalah karya sastra yang bagus dan mendapat penghargaan. Oleh karena itu tidak aneh jika dalam karya sastra dikenal dengan adanya terjemahan.
            Namun dalam kasus terjemahan tidak banyak pula penerjemah yang baik. Terkadang ada terjemahan yang sulit dipahami sehingga pesan dari isi asli yang ingin disampaikan menjadi tidak tersampaikan. Dan ada pula sebagian terjemahan yang karena tidak baik dalam menerjemahkannya membuat novel itu membosankan. Sehingga banyak pembaca yang kecewa dengan terjemahan si penerjemah. Menjadi seorang penerjemah bukanlah hal yang mudah. Untuk itu seorang penerjemah harus benar-benar memahami apa yang ingin disampaikan oleh penulis asli sebelum menerjemahkannya.
Tidak semua kata-kata dalam bahasa asing dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Terkadang ada beberapa kata yang jika diterjemahkan akan merusak. Bahas asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa apapun, tidak hanya bahasa Indonesia, jika diterjemahkan sesuai susunan kata asli akan menjadi sebuah kalimat yang tidak bermakna. Maka itu seorang penerjemah “bermain” dalam menyusun kata yang telah diterjemahkannya.
            Menerjemahkan sebuah karya sastra berarti memberikan pengurangan, penghapusan ataupun penambahan dalam isinya. Maka tidak heran jika halaman pada karya terjemahan tidak sama dengan halaman asli. The Old Man and The Sea karya Ernest Hemingway adalah salah satu contoh karya terjemahan yang diterjemahkan oleh dua penerjemah Indonesia yaitu Sapardi Djoko Damono dan Dian Vita Ellyati.
            Novel The Old Man and The Sea bercerita tentang seorang lelaki tua bernama Santiago yang telah melaut selama 84 hari tanpa berhasil menangkap seekor ikan pun. Manolin yang setia ingin menemani Santiago tetapi dilarang oleh orang tuanya. Santiago memberitahu Manolin bahwa hari berikutnya ia akan menjelajah jauh ke dalam selat untuk memancing, dan yakin bahwa garis ketidakberuntungannya akan berakhir.
Lelaki Tua itu pada akhirnya dapat membuktikan bahwa ia bisa mengubah ketidakberuntungannya dengan mendapatkan ikan besar di tengah laut. Tetapi darah ikan besar itu tercium oleh hiu-hiu dan terjadilah perkelahian antara Lelaki Tua dan hiu. Hiu-hiu itu berhasil dibunuhnya tetapi mereka sempat memakan sebagian ikan besar tangkapan Lelaki Tua itu dan hanya kepala, sebagian daging serta bagian belakang yang tersisa. Sesampai di darat tanpa menghiraukan ikan tangkapannya Lelaki Tua itu pergi ke gubuknya dan tidur.
            Begitulah kira-kira ringkasan cerita The Old Man and The Sea. Karena diterjemahkan dengan dua penerjemah yang berbeda tentu saja terdapat perbedaan pula dalam bentuk penyampaian ceritanya. Mengenai dua terjemahan The Old Man and The Sea yang diterjemahkan oleh Sapardi dan Dian maka terdapat pula perbedaan dalam gaya bercerita. Dalam terjemahan Sapardi terdapat kalimat sebagai berikut :
Ia seorang lelaki tua yang sendiri saja dalam sebuah perahu menangkap ikan di Arus Teluk Meksiko dan kini sudah genap delapan puluh empat hari lamanya tidak berhasil menangkap seekor ikanpun. (Damono, 1983: 5)
Sedangkan Dian menerjemahkan sebagai berikut:
Adalah seorang lelaki tua yang pergi ke laut seorang diri dalam sebuah perahu di Arus Teluk Meksiko yang telah berlayar selama 84 hari tanpa membawa hasil ikan seekorpun. (Ellyati, 2008: 3)
            Jika dilihat memang sama saja apa yang mereka sampaikan. Tapi pada kata ‘sendiri saja’ dalam kalimat Sapardi dan ‘seorang diri’ dalam kalimat Dian terdapat perbedaan. Bagaimana Sapardi menggambarkan sosok Lelaki Tua yang sendiri saja dan Dian yang menggunakan kalimat sosok Lelaki Tua yang pergi ke laut seorang diri. Kata ‘sendiri saja’ yang berarti bahwa lelaki tua itu memang sendiri baik itu ketika dia di darat maupun di laut. Tetapi kata ‘seorang diri’ berarti bahwa lelaki tua itu seorang diri saja ketika pergi ke laut tetapi setelah kembali dari laut dia sudah tidak sendiri lagi
Ada lagi contoh pemilihan kata berbeda dalam terjemahan Sapardi dan Dian.
“ya,” kata anak itu. “ Mau kau kutraktir bir di teras dan sesudah itu  kita bawa pulang perlengkapan ini?”
“kenapa tidak?” kata lelaki tua itu. “kita sama-sama nelayan.” (Damono, 1983: 7)
Berbeda dengan Sapardi, Dian menerjemahkannnya sebagai berikut :
“ya,” si bocah menjawab. ”Bolehkah aku menawarimu segelas bir di beranda dan kemudian kita akan membawa peralatan ke rumah.”
“ kenapa tidak?” lelaki tua itu berkata. “sebagai sesama lelaki.” (Ellyati, 2008: 4)
            Pada kalimat di atas dilihat Sapardi menggunakan kata ‘anak’ sementara Dian menggunakan kata ‘bocah’. Dalam KBBI anak berarti keturunan yang kedua sedangkan bocah berarti anak (kecil), kanak-kanak. Jika dikembalikan kepada contoh teks di atas, penggunaan kata ‘bocah’ dan ‘anak’ terasa berbeda maknanya. Bocah cenderung kepada anak-anak kecil yang masih polos (belum tahu apa-apa) sementara di dalam teks Manolin adalah seorang yang bukan anak kecil lagi bahkan sudah bisa berlayar dan minum bir.
            Kemudian pada kata ‘kita sama-sama nelayan’ oleh Sapardi dan kata ‘sebagai sesam lelaki’ oleh Dian juga terdapat perbedaan. Jika ‘nelayan’ bisa saja pada kedua jenis kelamin, yaitu lelaki dan perempuan tetapi ‘lelaki’ juga tidak semuanya nelayan. Namun dalam kasus ini penggunaan kata ‘kita sama-sama nelayan’ menunjukkan bahwa nelayan saja yang berhak untuk meminum bir. Sedangkan pada kata ‘lelaki’ terkesan seperti terlihat kelaki-lakiannya dengan menerima tawaran meminum bir tersebut. Tapi terlepas dari pemaknaan itu semua, semuanya dikembalikan lagi kepada pembaca mana yang terasa lebih enak.
Di luar dari siapapun sang penerjemah, masyarakat sebagai penikmat karya sastra membutuhkan penerjemah yang mampu menerjemahkan sebuah karya sastra dengan terjemahan yang baik. Di luar baik atau tidaknya terjemahan tersebut kita sebagai pembaca tidak bisa mengatakan terjemahan siapa yang benar dan yang salah. Karena setiap orang berbeda-beda dalam tingkat pemahaman dan cara menafsirkan sesuatu.


0 komentar:

Posting Komentar