Dua Penerjemah Dua Gaya Penceritaan
( analisis terhadap dua terjemahan novel terjemahan The Old Man and the Sea)
Karya sastra tidak hanya berasal dari dalam Indonesia
saja tetapi juga dari luar Indonesia. Dan untuk karya sastra yang berasal dari
luar Indonesia tentunya memerlukan terjemahan untuk memahaminya ketika dibaca. Pembaca
sebagai penikmat karya sastra tentunya tidak bisa menguasai semua bahasa asing.
Karena keterbatasan itulah diperlukannya terjemahan yaitu untuk membantu
pembaca mengerti isi bacaan yang menggunakan bahasa asing tersebut. Biasanya
karya sastra dengan terjemahan adalah karya sastra yang bagus dan mendapat
penghargaan. Oleh karena itu tidak aneh jika dalam karya sastra dikenal dengan
adanya terjemahan.
Namun
dalam kasus terjemahan tidak banyak pula penerjemah yang baik. Terkadang ada
terjemahan yang sulit dipahami sehingga pesan dari isi asli yang ingin
disampaikan menjadi tidak tersampaikan. Dan ada pula sebagian terjemahan yang
karena tidak baik dalam menerjemahkannya membuat novel itu membosankan.
Sehingga banyak pembaca yang kecewa dengan terjemahan si penerjemah. Menjadi
seorang penerjemah bukanlah hal yang mudah. Untuk itu seorang penerjemah harus
benar-benar memahami apa yang ingin disampaikan oleh penulis asli sebelum
menerjemahkannya.
Tidak semua kata-kata dalam bahasa asing dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Terkadang ada beberapa kata yang jika
diterjemahkan akan merusak. Bahas asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa
apapun, tidak hanya bahasa Indonesia, jika diterjemahkan sesuai susunan kata
asli akan menjadi sebuah kalimat yang tidak bermakna. Maka itu seorang
penerjemah “bermain” dalam menyusun kata yang telah diterjemahkannya.
Menerjemahkan
sebuah karya sastra berarti memberikan pengurangan, penghapusan ataupun
penambahan dalam isinya. Maka tidak heran jika halaman pada karya terjemahan
tidak sama dengan halaman asli. The Old
Man and The Sea karya Ernest Hemingway adalah salah satu contoh karya
terjemahan yang diterjemahkan oleh dua penerjemah Indonesia yaitu Sapardi Djoko
Damono dan Dian Vita Ellyati.
Novel
The Old Man and The Sea bercerita
tentang seorang lelaki tua bernama Santiago yang telah melaut selama 84 hari
tanpa berhasil menangkap seekor ikan
pun. Manolin yang
setia ingin menemani Santiago tetapi dilarang oleh orang tuanya. Santiago
memberitahu Manolin bahwa hari berikutnya ia akan menjelajah jauh ke dalam
selat untuk memancing, dan yakin bahwa garis ketidakberuntungannya akan
berakhir.
Lelaki Tua itu pada akhirnya dapat membuktikan bahwa
ia bisa mengubah ketidakberuntungannya dengan
mendapatkan ikan besar di tengah laut. Tetapi darah ikan besar itu tercium oleh hiu-hiu dan
terjadilah perkelahian antara Lelaki Tua dan hiu. Hiu-hiu itu berhasil
dibunuhnya tetapi mereka sempat memakan sebagian ikan besar tangkapan Lelaki
Tua itu dan hanya kepala, sebagian daging serta bagian belakang yang tersisa.
Sesampai di darat tanpa menghiraukan ikan tangkapannya Lelaki Tua itu pergi ke
gubuknya dan tidur.
Begitulah
kira-kira ringkasan cerita The Old Man
and The Sea. Karena diterjemahkan dengan dua penerjemah yang berbeda tentu
saja terdapat perbedaan pula dalam bentuk penyampaian ceritanya. Mengenai dua
terjemahan The Old Man and The Sea
yang diterjemahkan oleh Sapardi dan Dian maka terdapat pula perbedaan dalam
gaya bercerita. Dalam terjemahan Sapardi terdapat kalimat sebagai
berikut :
Ia seorang
lelaki tua yang
sendiri saja dalam sebuah perahu menangkap ikan di Arus Teluk
Meksiko dan
kini sudah genap delapan puluh empat hari lamanya tidak berhasil menangkap
seekor ikanpun. (Damono, 1983: 5)
Sedangkan
Dian menerjemahkan sebagai berikut:
Adalah seorang lelaki tua yang pergi ke laut seorang diri
dalam sebuah perahu di Arus Teluk Meksiko yang telah berlayar selama 84 hari tanpa
membawa hasil ikan seekorpun. (Ellyati, 2008: 3)
Jika
dilihat memang sama saja apa yang mereka sampaikan. Tapi pada kata ‘sendiri
saja’ dalam kalimat Sapardi dan ‘seorang diri’ dalam kalimat Dian terdapat
perbedaan. Bagaimana Sapardi menggambarkan sosok Lelaki Tua yang sendiri saja
dan Dian yang menggunakan kalimat sosok Lelaki Tua yang pergi ke laut seorang
diri. Kata ‘sendiri saja’ yang berarti bahwa lelaki tua itu memang sendiri baik
itu ketika dia di darat maupun di laut. Tetapi kata ‘seorang diri’ berarti
bahwa lelaki tua itu seorang diri saja ketika pergi ke laut tetapi setelah
kembali dari laut dia sudah tidak sendiri lagi
Ada lagi contoh pemilihan kata
berbeda dalam terjemahan Sapardi dan Dian.
“ya,” kata
anak itu. “ Mau kau kutraktir bir di teras dan sesudah itu kita bawa pulang perlengkapan ini?”
“kenapa
tidak?” kata lelaki tua itu. “kita sama-sama nelayan.” (Damono, 1983: 7)
Berbeda dengan Sapardi, Dian
menerjemahkannnya sebagai berikut :
“ya,” si
bocah menjawab. ”Bolehkah aku menawarimu segelas bir di beranda dan kemudian
kita akan membawa peralatan ke rumah.”
“ kenapa
tidak?” lelaki tua itu berkata. “sebagai sesama lelaki.” (Ellyati, 2008: 4)
Pada kalimat di atas dilihat Sapardi menggunakan
kata ‘anak’ sementara Dian menggunakan kata ‘bocah’. Dalam KBBI anak berarti
keturunan yang kedua sedangkan bocah berarti anak (kecil), kanak-kanak. Jika
dikembalikan kepada contoh teks di atas, penggunaan kata ‘bocah’ dan ‘anak’
terasa berbeda maknanya. Bocah cenderung kepada anak-anak kecil yang masih
polos (belum tahu apa-apa) sementara di dalam teks Manolin adalah seorang yang
bukan anak kecil lagi bahkan sudah bisa berlayar dan minum bir.
Kemudian pada kata ‘kita sama-sama
nelayan’ oleh Sapardi dan kata ‘sebagai sesam lelaki’ oleh Dian juga terdapat
perbedaan. Jika ‘nelayan’ bisa saja pada kedua jenis kelamin, yaitu lelaki dan
perempuan tetapi ‘lelaki’ juga tidak semuanya nelayan. Namun dalam kasus ini
penggunaan kata ‘kita sama-sama nelayan’ menunjukkan bahwa nelayan saja yang
berhak untuk meminum bir. Sedangkan pada kata ‘lelaki’ terkesan seperti terlihat
kelaki-lakiannya dengan menerima tawaran meminum bir tersebut. Tapi terlepas
dari pemaknaan itu semua, semuanya dikembalikan lagi kepada pembaca mana yang
terasa lebih enak.
Di luar dari siapapun sang penerjemah, masyarakat sebagai
penikmat karya sastra membutuhkan penerjemah yang mampu menerjemahkan sebuah
karya sastra dengan terjemahan yang baik. Di luar baik atau tidaknya terjemahan
tersebut kita sebagai pembaca tidak bisa mengatakan terjemahan siapa yang benar
dan yang salah. Karena setiap orang berbeda-beda dalam tingkat pemahaman dan
cara menafsirkan sesuatu.




0 komentar:
Posting Komentar