coba klik deh :)

Bisnis pulsa murah nih

cari-cari bisnis pulsa murah, eh nemu ini, buka deh. pelajari n daftar segera :) Pulsa Murah

Jumat, 13 April 2012

Sastra Bandingan


Cinta Terlarang Dalam Kisah Sangkuriang dan Watu Gunung

            Cinta ternyata tidak hanya timbul kepada sesama jenis maupun lawan jenis yang tidak mempunyai hubungan darah, bahkan juga kepada yang mempunyai pertalian darah. Ayah yang mencintai anak perempuannya. Anak laki-laki yang mencintai ibu kandungnya. Kakak yang mencintai adiknya. Namun cinta dalam hal ini bukan hanya sekedar cinta sebagai keluarga melainkan cinta yang ingin memiliki.
            Di dalam Islam dikenal adanya fiqih yaitu konsep muhrim yang mengatur hubungan sosial antara individu yang masih kerabat atau adanya hubungan darah. Ada sebuah artikel yang saya baca mengenai muhrim dan hubungan percintaan yang dilarang dalam Islam. Berikut artikel yang saya baca.
Mahram adalah orang perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya.
Penggunaan kata muhrim untuk mahram perlu dicermati. Muhrim dalam bahasa Arab berarti orang yang sedang mengerjakan ihram (haji atau umrah). Tetapi bahasa Indonesia menggunakan kata muhrim dengan arti semakna dengan mahram (haram dinikahi).
Mahram sebab Keturunan
Mahram sebab keturunan ada tujuh. Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ‘Ulama. Alloh berfirman:
“Diharamkan atas kamu (mengawini) (1) ibu-ibumu; (2) anak-anakmu yang perempuan (3) saudara-saudaramu yang perempuan; (4) saudara-saudara ayahmu yang perempuan; (5)saudara-saudara ibumu yang perempuan; (6)anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; (7) anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan” (QS An Nisa: 23) (Zuhudi, “MAHRAM (atau Muhrim???), Apakah itu?”, 29 Maret 2010, http://zuhud.wordpress.com/2010/03/29/mahram-atau-muhrim-apakah-itu/), (16 April 2011)
Bagi seseorang tidak diperbolehkan menjalin percintaan bahkan perkawinan dengan orang tua, kakek atau nenek, saudara kandung, saudara tiri (bukan saudara angkat), saudara dari orang tua, kemenakan, serta cucu. Tidak hanya Islam saja yang mengenal hubungan seperti itu. Folklor di Indonesia pun juga mengenal hubungan percintaan sedarah. Contohnya saja pada cerita Sangkuring dan ibunya sendiri (Dayang Sumbi) di masyarakat Sunda dan Prabu Watugunung dan ibunya (Sinta) yang menghasilkan 27 anak
Pada cerita Sangkuriang, percintaan hubungan sedarah itu terjadi antara Sangkuriang dan Ibunya (Dayang Sumbi). Cerita ini berawal ketika Dayang Sumbi mengusir Sangkuriang sewaktu kecil karena dia telah membunuh anjing yang bernama Tumang. Ternyata Tumang itu adalah ayahnya sendiri. Setelah Sangkuriang dewasa, dia bertemu lagi dengan ibunya tetapi Sangkuriang tidak sadar bahwa Dayang Sumbi adalah ibu kandungnya. Akhirnya mereka pun jatuh cinta dan Sangkuriang melamar Dayang Sumbi. Tapi pada akhirnya, Dayang Sumbi menyadari bahwa ternyata Sangkuriang adalah anak kandungnya. Dayang Sumbi ingin menolak lamaran Sangkuriang dengan mengajukan sebuah syarat yaitu Sangkuriang harus membuat danau dan perahu dalam waktu satu malam.
Ketika Sangkuriang membuat perahu, Dayang Sumbi mencari akal untuk menggagalkan usahanya. Dayang Sumbi mengibarkan kain putih di ufuk timur sebagai tanda bahwa fajar telah datang. Namun, Sangkuriang tidak menerima kekalahannya. Perahu yang telah ia buat itu ia tendang sampai terbalik dan menyerupai gunung sehingga kisah ini dipercaya masyarakat sebagai asal Gunung Tangkuban Perahu.
Ada pula kisah Watu Gunung dari Jawa Tengah. Kisah ini bermula ketika Sinta mempunyai seorang anak laki-laki bernama Watu Gunung yang mempunyai nafsu makan yang besar. Ketika Sinta sedang menanak nasi, Watu Gunung menangis. Dan dengan perasaan kesal Sinta memukul kepala Watu Gunung dengan sendok nasi yang mengakibatkan Watu Gunung pergi dari rumah.
Lama Watu Gunung menghilang akhirnya dia kembali untuk merebut kerajaan Giling Weis dan memperistri Sinta yang ternyata ibu kandungnya sendiri dan mempunyai 27 anak. Sinta tahu kenyataan bahwa Watu Gunung adalah anaknya ketika dia melihat bekas luka di kepala Watu Gunung. Untuk menutupi aibnya Sinta meminta Watu Gunung untuk memperistri dewi kahyangan yang berarti anak dari Bhatara Wisnu. Bhatar Wisnu marah dan terjadilah pertempuran sehingga Watu Gunung tewas. Landep, Watu Gunung, Sinta dan ke-27 anaknya oleh masyarakat Jawa dipercaya sebagai asal muasal wuku.
Dari kedua narasi di atas dapat dilihat adanya kesamaan dari segi cerita dan tema. Tema yang diangkat adalah masalah cinta terlarang yang terjadi antara anak dan ibu kandung. Sangkuriang dan Prabu Watu Gunung sama-sama menceritakan tentang seorang anak lelaki yang mencintai ibu kandungnya sendiri. Kedua cerita itu juga tidak lepas dari adanya imajinasi tentang khayangan dan kesaktian.
Kedua tokoh utama dalam cerita tersebut sama-sama mencintai ibu kandungnya karena ketidaktahuan mereka. Cerita-cerita rakyat seperti ini selalu dikaitkan dengan asal-muasal suatu hal yang ada dalam kepercayaan daerah masing-masing.
Walau begitu terdapat juga perbedaan dalam kedua cerita tersebut. Perbedaan terletak pada jalan kisah percintaan antara anak dan ibu kandungnya. Sangkuriang jatuh cinta kepada Dayang Sumbi tapi mereka tidak sampai menikah. Namun dalam cerita Watu Gunung, Prabu Watu Gunung yang jatuh cinta pada Sinta akhirnya menikah dengan Sinta yang merupakan ibu kandungnya sendiri hingga memiliki 27 orang anak.



0 komentar:

Posting Komentar